Beranda | Artikel
Fikih Seputar Imam dalam Shalat
Selasa, 3 September 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Fikih Seputar Imam dalam Shalat ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 28 Safar 1446 H / 2 September 2024 M.

Kajian Tentang Fikih Seputar Imam dalam Shalat

Pada majelis sebelumnya, kita telah membahas tentang adab-adab ketika pergi ke masjid, baik yang berkaitan dengan jemaah laki-laki maupun perempuan. Pada kesempatan kali ini, kita akan beralih ke tema lain, yaitu tentang fikih seputar imam dalam shalat.

Kedudukan imam dalam shalat merupakan kedudukan yang istimewa dalam Islam. Di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang berhak menjadi imam kaum muslimin adalah beliau sendiri. Ketika beliau hadir, tidak ada yang berhak menjadi imam selain beliau. Ini menunjukkan betapa istimewanya kedudukan imam dalam shalat.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika meninggalkan kota Madinah untuk berjihad atau keperluan lain, selalu menentukan siapa yang akan menjadi imam kaum muslimin. Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian beliau terhadap masalah imam dalam shalat.

Dahulu, ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sakit pada masa akhir hayatnya, yang akhirnya menyebabkan beliau wafat, beliau menentukan Sahabat Abu Bakar sebagai imam ketika beliau tidak mampu untuk datang ke masjid. Ini juga menunjukkan bahwa masalah imam dalam shalat adalah hal yang harus diperhatikan dengan baik, dan tidak boleh disepelekan.

Oleh karena itu, para pengurus masjid (DKM) yang memiliki hak untuk menentukan imam di masjid-masjid mereka harus melakukannya dengan kriteria yang benar. Penentuan imam harus sesuai dengan kriteria yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa imam memiliki kedudukan istimewa dalam shalat adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhuma. Beliau mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 لا تَزالُ طائِفَةٌ مِن أُمَّتي يُقاتِلُونَ علَى الحَقِّ ظاهِرِينَ إلى يَومِ القِيامَةِ، قالَ: فَيَنْزِلُ عِيسَى ابنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، فيَقولُ أمِيرُهُمْ: تَعالَ صَلِّ لَنا، فيَقولُ: لا، إنَّ بَعْضَكُمْ علَى بَعْضٍ أُمَراءُ تَكْرِمَةَ اللهِ هذِه الأُمَّةَ.

“Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang berperang untuk memperjuangkan kebenaran, dan mereka akan selalu menang sampai hari kiamat. Kemudian, Nabi Isa akan turun. Ketika itu, pemimpin kaum muslimin akan berkata: ‘Shalatlah untuk kami, wahai Nabi Isa, sebagai imam kami’ Namun, Nabi Isa menjawab: ‘Tidak, sesungguhnya sebagian dari kalian adalah pemimpin bagi yang lain sebagai bentuk pemuliaan Allah kepada umat ini.`” (HR. Muslim dan Ahmad).

Nabi Isa ‘Alaihis Salam menolak dan mengatakan, “Sesungguhnya sebagian dari kalian menjadi pemimpin dalam shalat atas sebagian yang lain.” Hal ini merupakan cara Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan umat ini. Dengan menjadikan sebagian dari mereka sebagai pemimpin atas yang lain, khususnya dalam konteks shalat, Allah menunjukkan bahwa pemimpin dalam shalat adalah orang yang mulia.

Oleh karena itu, kita harus memilih orang yang mulia sebagai imam shalat. Salah satu ciri orang yang mulia adalah orang yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan pengarahan tentang siapa yang paling berhak menjadi imam, Beliau menyebutkan bahwa yang paling berhak menjadi imam adalah orang yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya. Hal ini disebutkan dengan jelas dalam hadits dari Abu Mas’ud al-Anshari Radhiyallahu ‘Anhu, yang berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

 يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤهُمْ لِكتَابِ اللَّهِ

“Yang berhak menjadi imam bagi suatu kaum adalah yang paling aqra’ dalam hal Kitabullah.” (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan yang lainnya)

Makna dari “al-aqra” ini diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan bahwa “al-aqra” adalah orang yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya, sementara yang lain berpendapat bahwa maksudnya adalah orang yang paling paham tentang Kitabullah. Pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat, orang yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya juga adalah orang yang paling mendalam pemahamannya tentang Al-Qur’an. Mereka tidak mempelajari sepuluh ayat kecuali setelah memahami isinya, baru kemudian menambah hafalannya lagi.

Namun, pendapat yang mengatakan bahwa “al-aqra” adalah yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya terlihat lebih kuat dari sisi dalil. Hal ini dikuatkan oleh riwayat lain yang menyatakan,

وليؤُمَّكُم أَكْثرُكُم قرآنًا 

“Hendaklah yang menjadi imam bagi kalian adalah yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan An-Nasa’i)

Riwayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa orang yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya.

Namun, perlu diberikan batasan mengenai siapa yang layak menjadi imam shalat, khususnya terkait bacaan Al-Qur’an. Apabila ada seseorang yang hafalannya paling banyak, tetapi bacaan Al-Qur’annya buruk, maka orang tersebut tidak pantas menjadi imam. Bacaan Al-Qur’an yang buruk dapat menyebabkan ketidaksempurnaan dalam bacaan, terutama dalam bacaan Al-Fatihah yang merupakan rukun shalat. Oleh karena itu, batasan ini penting, yakni seseorang yang bacaan Al-Qur’annya baik, meskipun tidak harus sempurna, dan yang memiliki hafalan Al-Qur’an terbanyak.

Selain itu, imam juga harus mengetahui hukum-hukum shalat. Hal ini penting karena jika imam tidak memahami hukum shalat, maka shalatnya, dan shalat jamaah yang dipimpinnya, bisa menjadi tidak sempurna. Maka ini menjadi syarat. Karena berdasarkan kaidah fikih, “Suatu kewajiban yang tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesuatu itu menjadi wajib.”

Bagaimana kalau hafalan Al-Qur’annya sama? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Fikih Seputar Imam dalam Shalat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54434-fikih-seputar-imam-dalam-shalat/